Om Swastyastu, Ngiring Melajah NgeBlogg Pang Sing Belog

Apa Risiko Bayi Diberi Makanan Tambahan Sebelum Usia 6 Bulan?

Read more

tips - tips agar cepat hamil

tips agar cepat hamil kehamilan merupakan suatu anugrah yang pasti sangat ditunggu oleh setiap pasngan sebagai pelengkap dari kebahagiaan yang mereka rasakan, nah bagi anda yang merasa agak sulit untuk medapatkan keturunan/hamil, semoga tips nerikut ini dapat membant/menjadi inspirasi bagai anda, anda dan pasangan anda dapat mencoba tips-tips berikut ini : 1. jika anda sedang mengkonsumsi obat kontrasepsi, hentikan pemakaian obat 2. tunggu ya selama 2-3 kali siklus menstruasi agar tubuh anda beradaptasi, terutama bagi andar yang baru selesai menggunakan kontrasepsi hormonal, seperti pil,suntik, atau susuk( implant), 3. tetap... jaga kondisi bada ya, dengan minum vitamin supleman atau nutrisi, untuk mendaptkan anak yang sehat ibunya harus lebih sehat ya friend.... agar si calon bayi bisa umbuh sempurna, tempat untuk hidupnya selama 9 bulan ( rahim) harus benar2 siap mnerima kehadiran nya. 4. lakukan hubungan badan pada saat ovulasi. selalu ingt tanggal mulai haid, berhenti haid ( lama nya haid) dan semua keluhan yang anda alami apabila sedang haid, karena itulah yang akan benar2 ditanyakan secara detail oleg bidan yang akan menangani kehamilan anda untuk pertama kalinya. sperma akan bertahan selama 1-2 hari. 5. nah hal ini lah yang lebih penting, kapan saat yang tepat anda untuk melakukan hubungan suami istri agar cepat hamil ? saat yang terbaik melakukn hubungan seksual adalah setiap hari sebelum ovulasi. misalnya perempuan berovulasi pada hari ke 14,maka baik untuk melakukan hubugan seks pada hari ke 12,13,14. 6. tidak bisa di pungkiri setiap melakukan hubungn di perlukan haisl/kepuasan antara masing -masing pasangn. nah ternyata orgasme pada seorang wanita itu sangat mempengaruhi/membantu terjadinya konsepsi. 7. nah selain semuu hal diatas, anda dapat coba tapi tetap anda sebagai calon ibu tidak boleh stres, karena kondisi mental juga mempengaruhi persiapan tubuh untuk hamil. jika emosi anda tidak stabil karena stres atau dpresi maka anda juga akan su;it mengandung. 8. kita tetap bisa berusaha seperti apapun, tapi hanya Tuhan yang akan menentukan segalanya. setiap usaha akan lancar jika berjalan dengan Sinar Suci dari Beliau. Jadi jangan lupa berdoa dan memohon padaNya ya.. semoga bermanfaat,,,, selamat mencoba dan bisa lekan hamil.....

Read more

RESEP MENCATAK ANAK SUPUTRA MENURUT HINDU


RESEP MENCETAK ANAK SUPUTRA MENRUT HINDU


Salah satu tingkatan dalam sistem Catur Asrama Dharma adalah Grahasta, atau masa berumah tangga. Seorang penganut Veda tidak diwajibkan untuk melalui tingkatan ini, tetapi dia bisa langsung meloncatinya dari masa Brahmacari (masa menuntut ilmu) ke masa Vanaprasta. Dikatakan bahwa orang yang tekun dalam kerohanian dan tetap membujang seumur hidupnya sudah pasti akan mencapai mukti (alam rohani). Hanya saja cengkraman maya pada jaman Kali Yuga ini sangatlah kuat sehingga Guru Kerohanian dari Parampara Gaudya Vaisnava mengatakan bahwa jauh lebih aman mengikuti Catur Asrama secara normal, yaitu dengan melewati masa Grahasta.
Tujuan tingkatan hidup Grahasta adalah untuk menghasilkan anak yang suputra (yang memiliki kesadaran akan Tuhan dan berjalan dalam pondasi Dharma) dan bahu membahu bersama pasangan dalam melaksanakan berbagai yajna (korban suci) sehingga kedua-duanya berangsur-angsur akan terangkat ke dalam tataran kerohanian yang lebih tinggi. Orang yang menapak kehidupan Grahasta yang benar-benar berlandaskan pada Dharma akan selalu berpijak pada dua tujuan ini, sehingga mereka tidaklah memilih pasangan hanya karena harta, kedudukan material ataupun hanya berdasarkan fisik semata. Seseorang yang memiliki watak Brahmana, haruslah juga memilih pasangan yang memiliki watak Brahmana. Seorang berwatak Ksatria harus memilih pasangan berwatak Ksatria, dan demikian juga dengan mereka yang berwatak Vaisya dan Sudra. Dengan adanya kesamaan karakter ini diharapkan keluarga tersebut akan memiliki visi dan misi yang sama sehingga tujuan hidup berumah tangga akan terwujud. Dengan demikian Veda sebenarnya tidak membenarkan pernikahan beda keyakinan (baca : tataran spiritual), apa lagi jika sang istri tidak memiliki sikap pengabdian secara rohani kepada suami.
Pada dasarnya Veda tidak mewajibkan seorang wanita untuk masuk dalam tataran Varnasrama Dharma (Catur Varna), tetapi dia harus memilih seorang laki-laki yang berjalan pada tataran Dharma dan sesuai dengan karakter (guna dan karma)-nya. Selanjutnya, sang istri harus mengabdikan diri kepada suaminya tersebut dengan sepenuh hati. Karena itu dikatakan, “Vicemaha vaivahiko viddhih strinam, bagi seorang wanita, pernikahan (vivaha) itu sama dengan diksa, inisiasi” (Manu Smrti 2.67). Seorang istri, sang wanita harus melayani suaminya dengan sebaik-baiknya agar sang suami maju secara rohani, “Patiseva gurau vasah, melayani suami dengan tulus di rumah sama dengan tinggal di Gurukula”(Manu Smrti 2.67). Sang wanita juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan senang hati, “Grhartho’ gnir parikriya, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan senang hati sama dengan melaksanakan agnihotra yajna setiap hari” (Manu Smrti 2.67). “Nityam tad vrata dharanam, secara rutin menuruti aturan hidup sang suami, atau hidup sesuai dengan kehidupan suami” (Bhag. 7.11.25). Misalnya, jika sang suami seorang Brahmana, maka si istri harus hidup sesuai aturan hidup seorang Brahamana. Dengan hidup menuruti aturan Veda dan setia kepada suami, sang wanita menjadi istri saleh. Sebab dikatakan, “Suddha nari pativrata, istri yang selalu setia kepada suami (dalam kesenangan maupun kesusahan) adalah wanita saleh” (CN.8.18).
Seorang istri saleh yang mendapatkan suami yang berpegang teguh pada Dharma, sebagaimana yang dijabarkan dalam Bhagavata Purana 11.17.21 (tidak melakukan tindak kekerasan, [ahimsa], berpegang teguh pada kejujuran [satyam], tidak mencuri dan korupsi [asteyam], selalu berbuat untuk kesejahteraan semua makhluk lain [bhuta priya hitehaca], dan membebaskan diri dari nafsu, kemarahan dan keserakahan [akama krodha lobhasa] dan dengan melakukan kewajibannya sesuai dengan Varna yang diikutinya, sudah pasti memiliki kualifikasi dalam pencapaian Catur Purusa Artha (Dharma, Artha, Kama dan Moksa/Mukti). Mendapatkan pasangan ideal seperti ini juga merupakan landasan utama untuk memenuhi kewajiban dalam menghasilkan anak yang suputra.
Proses menghasilkan keturunan dalam Veda disebut Gharbhadana. Tentunya pasangan yang ingin menghasilkan keturunan secara alami harus melakukan hubungan badan. Veda memberikan aturan yang sangat ketat dalam proses hubungan badan ini. Penganut Veda yang strict hanya akan melakukan hubungan badan dengan pasangannya saat hendak menghasilkan keturunan. Apakah berdosa melakukan hubungan badan dan menikmatinya, toh juga itu adalah hal yang alami dalam kehidupan rumah tangga? Veda tidak menyalahkan hal tersebut dan tidak pula tercela (baca juga Bhagavad Gita 7.11), hanya saja Veda mengingatkan bahwa kesenangan seperti itu hanya akan memperkuat keterikatan seseorang akan dunia material ini dan hal itu sudah barang tentu akan menghambat kemajuan spiritualnya. Sekarang penganut Veda harus memilih, apakah dia ingin menikmati kesenangan itu secara berlebih dan menjatuhkan kesadaran spiritualnya ataukah mencoba mengekangnya demi kemajuan spiritual?
Bhagavata Purana 3.26.57 juga mengingatkan bahwa jika seorang laki-laki mengeluarkan air mani-nya terlalu sering, maka pada dasarnya dia membuang energi yang sangat besar dan hal tersebut dapat menurunkan kemampuan fisik dan mentalnya. Filsuf  Yunani, Plato dan Phytagoras percaya jika air mani erat hubungannya dengan urat saraf tulang belakang dan kekurangan hal itu mengurangi daya tahan tubuhnya. Phytagoras mengetahui ada suatu hubungan antara cairan air mani dan otak, yang nantinya menjadi nutrisi. Meskipun pengetahuan modern saat ini belum menjelaskan apa hubungan cairan mani dengan otak secara langsung, namun sudah terbukti bahwa cairan mani juga memiliki komposisi yang kurang lebih sama dengan otak, yaitu terdiri dari kalsium, albumin, lesitin, fosfor, dan nukleo protein yang sebenarnya sangat diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itulah para yogi berusaha untuk mengendalikan air maninya dan tidak mengeluarkannya, tetapi memusatkan dan mengalirkan energi dari air mani ke atas melalui tulang punggung untuk membangkitkan cakra-cakra spiritualnya dan meningkatkan vitalitasnya badannya. Bhagavata Purana 3.12.4 menyebut mereka yang mampu mengendalikan air maninya seperti itu sebagai urdhva-retasah.
Untuk menghindari keterikatan dan efek negatif seperti ini dan juga untuk menghasilkan anak-anak yang benar-benar sadar akan Tuhan, Veda menggariskan aturan-aturan khusus dalam proses mencetak seorang anak. Dikatakan bahwa proses yang tepat untuk mencetak anak adalah pada setiap masa subur, yaitu pertengahan dari siklus haid sang istri. Jika istri memiliki siklus haid 28 hari, maka sekitar hari ke-14 setelah haid adalah masa yang sangat tepat. Hanya saja harus dihindari priode waktu yang bertepatan dengan;
  1. Malam kesebelas (ekadasi) dan ketigabelas (trayodasi) pada setiap bulannya.
  2. Hari-hari puasa (vrata), bulan penuh (purnima) dan bulan baru (amavasya).
  3. Selama tithi astami dan tithi caturdasi (tithi kedelapan belas dan keempat belas setiap bulannya).
  4. Ketika salah satu atau kedua suami istri dalam kondisi sakit.
  5. Ketika istri sudah dalam kondisi hamil.
  6. 96 jam pertama setelah haid.
  7. Pada saat sandya (sandikala/magrib).
Sel sperma dapat hidup dalam rahim wanita selama 5 hari, oleh karena itu hubungan badan bisa dilakukan antara hari kelima sebelum ovulasi (pertengahan masa haid) dan pada saat ovoluasi. Hal ini juga dibenarkan oleh kitab Manu Samhita.
Mengacu kepada Bhagavata Purana 3.14.23 yang mengisahkan kehamilan Dhiti, hubungan badan yang paling ideal dapat dilakukan 3 jam setelah matahari tenggelam atau 3 jam sebelum matahari terbit dan hindari waktu-waktu saat tengah malam. Karena dikatakan waktu-waktu yang tidak tepat seperti sandya dan tengah malam adalah waktu dimana mahluk-mahluk dan roh-roh jahat sedang berkeliaran dan saling berebut untuk mendapatkan kesempatan terlahir kembali. Veda menegaskan bahwa proses masuknya atman (jiva) kedalam kandungan terjadi pada saat pembuahan sel telur oleh sperma, sehingga jika terjadi pada saat yang tidak tepat seperti ini dikhawatirkan yang akan menjelma adalah jiva-jiva yang berasal dari mahluk-mahluk yang bertabiat jahat.
Disamping faktor waktu, faktor lokasi berhubungan badan juga sangatlah menentukan, sehingga dianjurkan untuk melakukan hubungan badan di tempat yang bersih, menyenangkan dan nyaman di rumah. Hubungan badan sama sekali tidak boleh dilakukan di tempat-tempat suci seperti tempat ziarah suci (tirthas), pura, kuil atau mandiri. Juga tidak dibenarkan melakukan hubungan badan di tempat-tempat angker, seperti tempat pembakaran mayat/kuburan, ashrama seorang guru, di rumah seorang Vaisnava, dibawah pohon suci seperti beringin, mangga, nim, bodi dan lain-lainnya, di Gosala (kandang sapi), di hutan dan juga di dalam air.
Faktor psikologis pasangan suami istri juga sangat memegang peranan penting dalam menghasilkan anak yang diidam-idamkan. Suami istri harus diliputi oleh rasa cinta kasih, rasa tentram dan damai dan penuh dengan kesadaran akan Tuhan dalam proses pencetakan ini. Oleh karena itulah Srila Prabhupada menganjurkan murid-murid beliau untuk berjapa paling tidak 50 putaran sebelum mencetak anak, sehingga diharapkan anak yang akan terbentuk adalah anak yang benar-benar sadar akan Tuhan.
Ayur-veda menegaskan bahwa kondisi fisik suami istri sebelum melakukan mencetak anak harus dalam kondisi yang sehat dan dosas mereka harus dalam keadaan yang sempurna. Caraka, seorang dokter Ayur-veda yang terkenal menjelaskan bahwa pasangan sebaiknya memakai garland (kalungan bunga) dan pakaian berwarna putih. Menurutnya, seorang wanita tidak boleh mengambil posisi berlutut atau dengan cara miring pada waktu berhubungan. Pada keadaan yang pertama, Vayu akan mempengaruhi organ kelaminnya sementara jika dia berbaring ke kanan, Kapha akan mempengaruhi kandungannya. Jika dia berbaring ke kiri, Pitta akan membakar ovum maupun air mani. Oleh karena itu seorang wanita harus berbaring (menghadap ke atas). lni akan membiarkan dosas untuk tetap dalam posisinya yang normal. Jika dia merasa lapar, haus, sedih, marah atau dia menginginkan laki-Iaki lain, lebih baik untuk menunda proses pembuahan (garbhadana-samskara) iniCaraka juga menyebutkan kebiasaan orang-orang jaman dulu, suami harus naik ke tempat tidur, pertama dengan lengan kirinya dan istri dengan lengan kanannya: mereka kemudian harus mengucapkan mantra yang dimulai denga “ahir asi … ” dan “brahma … “, dan lain-lain sebelum melakukan hubungan badan. (Caraka Samhita, sarira-sthanam 8,4-8).
Pada pagi hari, istri harus makan makanan ringan tanpa biji-bijian dan malam harinya, minum susu dicampur madu dan saffron. Sang istri tidak boleh merasa lapar atau makan terlalu banyak. Demikian juga dengan suami, dia harus makan makanan yang bergizi dengan ghee dan manisan. Pasangan suami istri harus tanpa perasaan yang gelisah dan penuh kasih sayang; keduanya juga sebaiknya memakai parfum. Orang-orang jaman dulu menyarankan kalau istri harus memijat kaki suaminya sebelum berhubungan.
Agar pembuahannya bisa berhasil, menurut tradisi suami sebaiknya bernapas melalui lubang hidung kanan dan istri melalui lubang hidung kiri pada waktu melakukan hubungan seksual. Tentunya proses ini harus dibiasakan dengan latihan pranayama. Sang istri juga dianjurkan untuk tetap berbaring selama setidaknya 30 menit sampai 1 jam setelah melakukan hubungan badan agar pembuahan berlansung dengan baik.
Baik Garbhopanisad maupun Ayur-veda menjelaskan bahwa kelebihan air mani dari sang ayah akan menghasilkan anak laki-laki, tetapi kelebihan cairan dari sang ibu akan menghasilkan anak perempuan. Dikatakan pula bahwa tanggal genap adalah hari yang baik untuk memperoleh anak laki-laki sedangkan tanggal ganjil baik untuk memperoleh anak perempuan.
Lebih lanjut Bhagavata Purana juga menjelaskan dengan cukup detail proses perkembangan janin di dalam kandungan, yaitu sebagai berikut;
“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Di bawah pengawasan Tuhan dan sesuai dengan hasil kegiatannya, makhluk hidup, atau sang roh, dimasukkan ke dalam rahim seorang wanita melalui air mani laki-laki untuk menerima jenis badan tertentu” … Bukanlah air mani laki-laki yang menciptakan kehidupan di dalam rahim seorang wanita. Melainkan makhluk hidup, sang roh berlindung di dalam partikel air mani dan kemudian didorong masuk ke dalam rahim seorang wanita. Kemudian badan berkembang.” (Bhag.3.31.1)
“Pada Malam pertama, sperma dan ovum bergabung, dan pada Malam kelima gabungan itu berkembang menjadi sebuah gelembung. Pada malam kesepuluh gelembung itu berkembang menjadi sebuah wujud seperti buah plum, dan setelah itu, berangsur-angsur berubah menjadi segumpal daging atau sebutir telur, sesuai keadaan.” (Bhag.3.31.2)
“Dalam waktu satu bulan, terbentuk kepala, dan pada akhir bulan kedua tangan, kaki dan bagian-bagian badan lainnya terbentuk. Pada akhir bulan ketiga, kuku, jari tangan, jari kaki, rambut di badan, tulang dan kulit muncul, demikian pula organ untuk berketurunan dan lubang-lubang lain di badan, yakni mata, lubang hidung, telinga, mulut dan dubur.” (Bhag.3.31.3).
“Dalam waktu empat bulan dari hari pembuahan, muncul tujuh unsur penting badan yakni empedu, darah, daging, lemak, tulang, sumsum dan air mani. Pada akhir bulan kelima, lapar dan haus menjadi terasa, dan pada akhir bulan keenam, janin tersebut dibungkus oleh air ketuban, mulai bergerak: menuju sisi kanan perut.” (Bhag.3.31.4)
“Ketika badan seorang anak terbentuk secara lengkap pada akhir bulan keenam, sang anak, jika ia laki-laki mulai bergerak menuju sisi kanan, dan jika perempuan, ia berusaha bergerak ke kiri.” (penjelasan Bhag. 3.31.4)
Kondisi  mental bu saat mengandung sangat mempernagruhi karakter dan sifat anak
By : http://narayanasmrti.com/2010/05/10/resep-mencetak-anak-suputra/

Read more

SUPUTRA MENURUT WEDA


SUPUTRA MENURUT WEDA

Keterpurukan bangsa saat ini yang diakibatkan oleh berbagai krisis (multi-dimensional). Bila kita kaji secara cermat, akar dari berbagai krisis itu, tidak lain adalah krisis moralitas, yang berdampak buruk terhadap berbagai kehidupan individu, masyarakat, bangsa dan negara. Indonesia yang dikenal dengan bangsa yang memiliki penganut agama yang sangat besar jumlahnya, mestinya, ajaran agama mampu menjadi pegangan bagi pemeluknya. Timbul berbagai pertanyaan, apakah hal ini disebabkan oleh karena metodologi pendidikan agama yang keliru, atau agama diajarkan hanya bersifat formal dan verbal, belum mengubah prilaku pemeluknya. Berbagai hal tentunya dapat dijadikan dan bahkan dikambing-hitamkan, namun, apapun yang kita alami dewasa ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam kehidupan kita sebagai individu, anggota masyarakat, bangsa dan negara. Segala kekurangan dan kekeliruan, sebagai insan yang peduli terhadap hal-hal tersebut, patut berupaya untuk mencari jalan keluar guna mengantisipasinya.

Semiloka Nasional Reformulasi Pendidikan Agama Hindu pada masyarakat majemuk Indonesia yang diselenggarakan saat ini bertujuan untuk mengangkat berbagai pandangan dan pemikiran tentang metodologi pendidikan agama Hindu yang pada akhirnya akan dapat diciptakan sistem pendidikan agama Hindu yang komprehensif dalam rangka Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Mengingat umat Hindu Indonesia yang majemuk, terdiri dari berbagai etnis, maka topik makalah tentang Filosofi Pendidikan Hindu menurut Veda,  konsep dan kemungkinan implementasinya di Indonesia diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk dipertimbangkan, mengingat ajaran yang terkandung dalam kitab suci Veda sangat universal dan dapat berlaku sepanjang masa. Untuk itu beberapa hal akan dibahas dalam tulisan ini, antara lain: anak sebagai  pusat  perhatian  dan  kegiatan pendidikan, “úarìra saýskàra”(upacara penyucian diri),  peranan  pengaruh lingkungan,  kehidupan  yang  berdisiplin  sebagai  Brahmacàri,

peranan Guru atau Àcàrya, kurikulum dan filsafat pendidikan yang menjadi landasannya. 
Dari uraian tersebut, akan diketengahkan hal-hal yang perlu dan kiranya dapat diterapkan di Indonesia.

Anak sebagai pusat perhatian dan kegiatan pendidikan

Kata anak dalam bahasa Sanskerta adalah “putra” Kata “putra” pada mulanya berarti kecil atau yang disayang, kemudian kata ini dipakai menjelaskan mengapa pentingnya seorang anak lahir dalam keluarga: “Oleh karena seorang anak yang akan menyeberangkan orang tuanya dari neraka yang disebut Put (neraka lantaran tidak memiliki keturunan), oleh karena itu ia disebut Putra” (Manavadharmaúàstra IX.138). Penjelasan yang sama juga dapat kita jumpai dalam Àdiparva Mahàbhàrata 74,27, juga dinyatakan sama dalam Vàlmìki Ràmàyaóa II,107-112. Putra yang mulia disebut “putra-suputra”. Kelahiran “putra suputra” ini merupakan tujuan ideal dari setiap perkawinan maupun dalam pendidikan Hindu.. Kata yang lain untuk putra adalah: “sùnu, àtmaja, àtmasaýbhava, nandana, kumàra dan  saýtàna”. Kata yang terakhir ini di Bali menjadi kata “sentana” yang berarti keturunan. “Seseorang dapat menundukkan dunia dengan lahirnya anak, ia memperoleh kesenangan yang abadi, memperoleh cucu-cucu dan kakek-kakek akan memperoleh kebahagiaan  yang  abadi  dengan  kelahiran  cucu- cucunya”    (Àdiparva,74,38).

Pandangan susastra Hindu ini mendukung betapa pentingnya setiap keluarga memiliki anak. Tambahan pula Àdiparva, Mahàbhàrata memandang dari sudut yang berbeda tentang kelahiran anak ini. “Disebutkan bahwa seorang anak merupakan pengikat talikasih yang sangat kuat di dalam keluarga, ia merupakan pusat menyatunya cinta kasih orang tua. Apakah yang melebihi cinta kasih orang tua terhadap anak-anaknya, mengejar  mereka, memangkunya, merangkul tubuhnya yang berdebu dan kotor (karena bermain-main). Demikian pula bau yang lembut dari bubuk cendana, atau sentuhan lembut tangan wanita atau sejuknya air, tidaklah demikian menyenangkan seperti halnya sentuhan bayi sendiri, memeluk dia erat-erat. Sungguh tidak ada di dunia ini yang demikian membahagiakan kecuali seorang anak”(74,52,55,57).”Seseorang yang memperoleh anak, yang merupakan anaknya sendiri, tetapi tidak memelihara anaknya dengan baik, tidak mencapai tingkatan hidup yang lebih tinggi. Para leluhur menyatakan seorang anak melanjutkan keturunan dan mendukung persahabatan, oleh karena itu melahirkan anak adalah yang terbaik dari segala jenis perbuatan mulia(74,61-63). Lebih jauh maharsi Manu menyatakan pandangannya bahwa dengan lahirnya seorang anak, seseorang akan memperoleh kebahagiaan abadi, bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa” (II.28).

Berdasarkan keterangan tersebut di atas maka pendidikan, utamanya pendidikan moral dan budi pekerti sangat penting ditanamkan bagi seorang anak. Tentang pendidikan ini, kitab suci Veda menyatakan: “Saudara laki-laki seharusnya tidak irihati terhadap kakak dan adik-adiknya laki-laki dan perempuan dan melakukan tugas-tugas yang sama yang dibebankan kepadanya. Hendaknya berbicara mesra di antara mereka”(Atharvaveda: III,30.3). “Putra dan orang tuanya yang saleh, gagah berani dan bercahaya bagaikan api menyinari bumi dengan perbuatan - perbuatannya yang mulia” (Rgveda I.160.3).  ”Ya Tuhan Yang Maha Esa, anugrahkanlah kepada kami seorang putra yang gagah berani, giat bekerja, cerdas, mampu memeras Soma (tekun berbakti)dan memiliki keimanan yang mantap lahir pada keluarga kami”(Rgveda III.4.9).“Ya Tuhan Yang Maha Esa, semogalah kami memperoleh putra dengan kulitnya yang kuning langsat, yang tampan, panjang umurnya, patuh kepada orang tua dan gurunya, berani dan saleh” (Ågveda II.3.9). “Wahai anak, datang dan berdirilah di atas batu ini. Kuatkanlah badanmu seperti batu ini”(Atharvaveda II.13.4). “Sesungguhnya anak laki-laki dari putra seorang ayah yang masyhur akan menjadi mulia”(Atharvaveda XX.128.3). Terjemahan mantra Veda yang terakhir ini adalah logis, bila orang tuanya memiliki nama yang harum, maka putranya memperoleh teladan yang baik menjadikan mereka mulia.

Tentang anak yang “Suputra”, Maharsi Càóakya dalam bukunya Nìtiúàstra menyatakan: “Seluruh hutan menjadi harum baunya, karena terdapat sebuah pohon yang berbunga indah dan harum semerbak. Demikian pula halnya bila dalam keluarga terdapat putra yang Suputra” (II.16). “Asuhlah anak dengan memanjakannya sampai berumur lima tahun, berikanlah hukuman (pendidikan disiplin) selama sepuluh tahun berikutnya. Kalau ia sudah dewasa (16 tahun) didiklah dia sebagai teman”(II.18). Demikianlah idealnya, setiap keluarga mendambakan anak idaman, berbudi pekerti luhur, cerdas, tampan, sehat jasmani dan rohani dan senantiasa memberikan kebahagiaan kepada orang tua dan masyarakat lingkungannya. Sebaliknya tidak semua orang beruntung mempunyai anak yang “suputra”. “Di dalam menghadapi penderitaan duniawi, tiga hal yang menyebabkan seseorang memperoleh kedamaian, yaitu : anak, istri dan pergaulan dengan orang-orang suci”(IV.10). Kenyataannya kita menjumpai beberapa anak yang durhaka kepada orang tua, jahat dan melakukan perbuatan dosa yang menjerumuskan dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya ke dalam penderitaan. Anak yang demikian disebut anak yang “kuputra” (bertentangan dengan suputra).

Tentang anak yang Kuputra ini, maharsi Càóakya menyatakan ”Seluruh hutan terbakar hangus karena satu pohon kering yang terbakar, begitu pula seorang anak yang kuputra, menghancurkan dan memberikan aib bagi seluruh keluarga” (II.15). “Apa gunanya melahirkan anak begitu banyak, kalau mereka hanya mengakibatkan kesengsaraan dan kedukaan. Walaupun ia seorang anak, tetapi ia berkeperibadian yang luhur (suputra) membantu keluarga. Satu anak yang meringankan keluarga inilah yang paling baik”(II.17). “Bagaikan bulan menerangi malam dengan cahayanya yang terang dan sejuk, demikianlah seorang anak yang suputra yang memiliki pengetahuan rohani,insyaf akan dirinya dan bijaksana. Anak suputra yang demikian itu memberi kebahagiaan kepada keluarga dan masyarakat”.( III.16). Hal yang sama diulangi kembali dalam Nìtiúàstra IV.6. yang antara lain menyatakan: “Kegelapan malam dibuat terang benderang hanya oleh satu rembulan dan bukan oleh ribuan bintang, demikianlah seorang anak yang Suputra mengangkat martabat orang tua, bukan ratusan anak yang tidak mempunyai sifat-sifat yang baik”. “Lebih baik mempunyai anak begitu lahir langsung mati dibanding mempunyai anak berumur panjang tetapi bodoh. Karena anak yang begitu lahir langsung mati memberikan kesedihan sebentar saja. Sedangkan anak yang berumur panjang, bodoh dan durhaka, sepanjang hidupnya memberikan penderitaan”(IV.7).

Demikianlah dapat dinyatakan bahwa ajaran suci Veda dan susastra Hindu lainnya memandang anak atau putra sebagai pusat perhatian dan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam  hal ini, pada umat Hindu di Bali meyakini, bahwa karakter seorang anak sangat pula ditentukan oleh kedua orang tuanya, lingkungannya dan upacara-upacara yang berkaitan dengan proses kelahiran seorang anak. Ketika seorang anak lahir, maka karakter seseorang dapat dilihat pada hari kelahirannya yang disebut Daúavara (hari yang sepuluh), yaitu: “pandita, pati, sukha, duhkha, úrì, manuh, mànuûa, ràja, deva, dan rakûaûa” . Demikian pula pemberian nama kepada seorang anak, dikaitkan pula dengan karakter anak seseuai hari Daúavara-nya tersebut.

Read more

Di balik manfaatnya, persalinan dalam air juga menyimpan ancaman bagi ibu hamil dan bayi.


Metode melahirkan di dalam air atau water birth semakin populer dan menjadi tren persalinan. Banyak yang merasakan manfaatnya. Selain mampu mereduksi rasa sakit, persalinan di dalam kolam berisi air hangat juga membuat ibu hamil memiliki tenaga lebih untuk mengejan.


Seperti dikutip dari Modernmom.com, beberapa penelitian bahkan mengklaim bahwa metode melahirkan dalam air juga bermanfaat bagi bayi yang akan dilahirkan.


Berdasar laporan Waterbirth Internasional, metode ini membutuhkan sebuah kolam bersalin khusus berisi air dengan suhu 95-100 derajat Fahrenheit. Sangat disarankan menghindari penggunaan bathtubs atau kolam anak kecil, karena sulit akan mempertahankan suhu yang tepat.


Berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang water birth.


Manfaat

Melahirkan di dalam air membantu ibu hamil merasa lebih rileks sehingga dapat mengurangi rasa sakit saat persalinan. Dalam rendaman air, kulit akan memiliki elastisitas lebih besar, sehingga memperkecil risiko robek pada jalan lahir bayi.


Melahirkan dalam air juga bermanfaat untuk bayi. Medium air memudahkan transisi bayi dari rahim, berisi cairan ketuban, ke dunia luar. Pendukung teknik ini mengatakan bahwa persalinan dalam air tak berbahaya. Bayi akan bernapas dalam air, karena dia tidak akan mulai menggunakan paru-parunya sampai dia dibawa ke udara dalam 10 detik pertama setelah lahir.


Kelemahan

Sebuah penelitian mengungkap kekhawatiran bahwa medium air akan membuat tali pusat menjadi kusut atau terkompresi, sehingga bayi kemungkinan akanterengah-engah dan menghisap air ke dalam paru-paru mereka.


Studi tahun 2002 yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Pediatrics juga menyimpulkan bahwa persalinan dalam air meningkatkan risiko bayi tenggelam.


Situs Live Science menambahkan bahwa kelahiran dalam air tidak direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists sebagai pilihan proses melahirkan yang layak. Persalinan dalam air dikhawatirkan memicu risiko pneumonia atau infeksi pada otak, dan serangan kekuarangan oksigen.


Risiko


Wanita dengan kondisi medis tertentu atau kehamilan rumit harus menghindari melakukan proses melahirkan di dalam air. Termasuk wanita dengan herpes, tekanan darah tinggi, wanita yang telah mengalami pendarahan tak terduga selama perjalanan kehamilan, wanita yang mengandung bayi kembar, dan ketika bayi dalam posisi sungsang. Melahirkan di dalam air juga tidak direkomendasikan untuk wanita yang masuk ke persalinan prematur. (pet)• VIVAnews



Read more

bidan

gak munafik atau menutup nutupi

BIDAN  itu JUJUR.........
ya gak Guy's........





Read more







Read more